Kamis, 09 Juni 2011

Manusia dan Kehidupan, Manusia dan Kematian




Manusia dan Kehidupan, Manusia dan Kematian

Manusia dan Kehidupan

Kehidupan adalah fenomena atau perwujudan adanya hidup, yaitu keadaan yang membedakan organisme (makhluk hidup) dengan benda mati.
Salah satunya adalah tentang sebuah arti kehidupan menurut Quran. Bahwa hidup adalah sebuah tempat “kepura-puraan” atau “sandiwara”, “saling menyombongkan diri” dan “penipuan”. Eits, tunggu dulu. Ini penjabarannya:
Kepura-puraan maksudnya adalah bahwa hidup ini sebenarnya adalah kosong, tidak ada artinya bagi kita semua. Kita mencari harta dan menumpuknya sebanyak-banyaknya adalah sejatinya kosong. Kita mencari gelar dan jabatan setinggi-tingginya adalah sebenarnya kosong. Kita bernapas pun sebenarnya adalah kosong. Jadi, sebetulnya semuanya adalah kosong, kecuali Yang Maha Agung yang mempunyai kuasa bagi seluruh alam, tak terkecuali manusia.
Saling menyombongkan diri maksudnya kita hidup hanya dikejar oleh rasa ingin membanggakan diri sendiri. Punya sesuatu yang sedikit pun apabila dirasakan baik baginya cenderung ingin ditunjukkan kepada orang lain. Rasa kebanggaan terhadap diri sendiri (dan juga bisa membanggakan orang lain atau harta benda yang dimiliki) itu tidak dapat dipungkiri melekat pada diri semua manusia tanpa terkecuali.
Penipuan. Yang dimaksud penipuan di sini adalah, bahwa nikmat yang dirasakan di dunia adalah sebenarnya bukan nikmat yang langgeng, hanya nikmat semu dan sesaat. Namun itu dirasakan nikmat dan cenderung dengan senang hati dilakukan oleh manusia. Sedangkan nikmat yang sebenarnya adalah nikmat akhirat, yang di dunia adalah dirasakan bukan sebagai nikmat oleh manusia melainkan sebagai sebuah beban atau tuntutan. Sehingga, manusia cenderung untuk meninggalkannya.
Kehidupan di dunia ini hanyalah dapat dirasakan bukan sebagai ketiga hal di atas oleh orang yang benar-benar tidak memikirkan ketiga hal yang di atas, melainkan menyandarkan kesemuanya kepada Yang Esa. Sedangkan untuk bisa melakukan itu, manusia harusnya mempunyai dua kunci hidup, yakni SABAR dan SYUKUR (Sesuai dengan konsepku pribadi, namun sekarang aku tambahi satu lagi jadi 3S: SADAR, SABAR, dan SYUKUR).

Manusia dan Kematian

Agama, khususnya agama-agama samawi, mengajarkan bahwa ada kehidupan sesudah kematian. Kematian adalah awal dari satu perjalanan panjang dalam evolusi manusia, di mana selanjutnya ia akan memperoleh kehidupan dengan segala macam kenikmatan atau berbagai ragam siksa dan kenistaan.
Kematian dalam agama-agama samawi mempunyai peranan yang sangat besar dalam memantapkan akidah serta menumbuhkembangkan semangat pengabdian. Tanpa kematian, manusia tidak akan berpikir tentang apa sesudah mati, dan tidak akan mempersiapkan diri menghadapinya. Karena itu, agama-agama menganjurkan manusia untuk berpikir tentang kematian. Rasul Muhammad saw, misalnya bersabda, “Perbanyaklah mengingat pemutus segala kenikmatan duniawi (kematian).”
Dapat dikatakan bahwa inti ajakan para Nabi dan Rasul setelah kewajiban percaya kepada Tuhan, adalah kewajiban percaya akan adanya hidup setelah kematian.
Dari Al-Quran ditemukan bahwa kehidupan yang dijelaskannya bermacam-macam dan bertingkat-tingkat. Ada kehidupan tumbuhan, binatang, manusia, jin, dan malaikat, sampai ke tingkat tertinggi yaitu kehidupan Yang Mahahidup dan Pemberi Kehidupan. Di sisi lain, berulang kali ditekankannya bahwa ada kehidupan di dunia dan ada pula kehidupan di akhirat. Yang pertama dinamai Al-Quran al-hayat ad-dunya (kehidupan yang rendah), sedangkan yang kedua dinamainva al-hayawan (kehidupan yang sempurna).
“Sesungguhnya negeri akhirat itu adalah al-hayawan (kehidupan yang sempurna” (QS Al-’Ankabut [29]: 64)
Dijelaskan pula bahwa,
“Kesenangan di dunia ini hanya sebentar, sedang akhirat lebih baik bagi orang-orang bertakwa, dan kamu sekalian (yang bertakwa dan yang tidak) tidak akan dianiaya sedikitpun (QS Al-Nisa’ 14]: 77)
Betapa kehidupan ukhrawi itu tidak sempurna, sedang di sanalah diperoleh keadilan sejati yang menjadi dambaan setiap manusia, dan di sanalah diperoleh kenikmatan hidup yang tiada taranya.

Satu-satunya jalan untuk mendapatkan kenikmatan dan kesempurnaan itu, adalah kematian, karena menurut Raghib Al-Isfahani:
“Kematian, yang dikenal sebagai berpisahnya ruh dari badan, merupakan sebab yang mengantar manusia menuju kenikmatan abadi. Kematian adalah perpindahan dari satu negeri ke negeri yang lain, sebagaimana diriwayatkan bahwa, “Sesungguhnya kalian diciptakan untuk hidup abadi, tetapi kalian harus berpindah dan satu negeri ke negeri (yang lain) sehingga kalian menetap di satu tempat.” (Abdul Karim AL-Khatib, I:217)
Kematian walaupun kelihatannya adalah kepunahan, tetapi pada hakikatnya adalah kelahiran yang kedua. Kematian manusia dapat diibaratkan dengan menetasnya telur-telur. Anak ayam yang terkurung dalam telur, tidak dapat mencapai kesempurnaan evolusinya kecuali apabila ia menetas. Demikian juga manusia, mereka tidak akan mencapai kesempurnaannya kecuali apabila meninggalkan dunia ini (mati).
Ada beberapa istilah yang digunakan Al-Quran untuk menunjuk kepada kematian, antara lain al-wafat (wafat), imsak (menahan).

Sumber :