Manusia
dan Kehidupan, Manusia dan Kematian
Manusia
dan Kehidupan
Kehidupan adalah
fenomena atau perwujudan adanya hidup, yaitu keadaan yang
membedakan organisme (makhluk hidup) dengan benda mati.
Salah
satunya adalah tentang sebuah arti kehidupan menurut Quran. Bahwa hidup
adalah sebuah tempat “kepura-puraan” atau “sandiwara”, “saling
menyombongkan diri” dan “penipuan”. Eits, tunggu dulu. Ini penjabarannya:
Kepura-puraan
maksudnya adalah bahwa hidup ini sebenarnya adalah kosong, tidak ada artinya
bagi kita semua. Kita mencari harta dan menumpuknya sebanyak-banyaknya adalah
sejatinya kosong. Kita mencari gelar dan jabatan setinggi-tingginya adalah
sebenarnya kosong. Kita bernapas pun sebenarnya adalah kosong. Jadi, sebetulnya
semuanya adalah kosong, kecuali Yang Maha Agung yang mempunyai kuasa bagi
seluruh alam, tak terkecuali manusia.
Saling
menyombongkan diri maksudnya kita hidup hanya dikejar oleh rasa ingin
membanggakan diri sendiri. Punya sesuatu yang sedikit pun apabila dirasakan
baik baginya cenderung ingin ditunjukkan kepada orang lain. Rasa kebanggaan
terhadap diri sendiri (dan juga bisa membanggakan orang lain atau harta benda
yang dimiliki) itu tidak dapat dipungkiri melekat pada diri semua manusia tanpa
terkecuali.
Penipuan.
Yang dimaksud penipuan di sini adalah, bahwa nikmat yang dirasakan di dunia
adalah sebenarnya bukan nikmat yang langgeng, hanya nikmat semu dan sesaat.
Namun itu dirasakan nikmat dan cenderung dengan senang hati dilakukan oleh
manusia. Sedangkan nikmat yang sebenarnya adalah nikmat akhirat, yang di dunia
adalah dirasakan bukan sebagai nikmat oleh manusia melainkan sebagai sebuah
beban atau tuntutan. Sehingga, manusia cenderung untuk meninggalkannya.
Kehidupan
di dunia ini hanyalah dapat dirasakan bukan sebagai ketiga hal di atas oleh
orang yang benar-benar tidak memikirkan ketiga hal yang di atas, melainkan menyandarkan
kesemuanya kepada Yang Esa. Sedangkan untuk bisa melakukan itu, manusia
harusnya mempunyai dua kunci hidup, yakni SABAR dan SYUKUR (Sesuai dengan
konsepku pribadi, namun sekarang aku tambahi satu lagi jadi 3S: SADAR, SABAR,
dan SYUKUR).
Manusia
dan Kematian
Agama,
khususnya agama-agama samawi,
mengajarkan bahwa ada kehidupan sesudah kematian. Kematian adalah awal dari
satu perjalanan panjang dalam evolusi manusia, di mana selanjutnya ia akan
memperoleh kehidupan dengan segala macam kenikmatan atau berbagai ragam siksa
dan kenistaan.
Kematian
dalam agama-agama samawi mempunyai peranan yang sangat besar dalam memantapkan
akidah serta menumbuhkembangkan semangat pengabdian. Tanpa kematian, manusia
tidak akan berpikir tentang apa sesudah mati, dan tidak akan mempersiapkan diri
menghadapinya. Karena itu, agama-agama menganjurkan manusia untuk berpikir
tentang kematian. Rasul Muhammad saw, misalnya bersabda, “Perbanyaklah
mengingat pemutus segala kenikmatan duniawi (kematian).”
Dapat
dikatakan bahwa inti ajakan para Nabi dan Rasul setelah kewajiban percaya
kepada Tuhan, adalah kewajiban percaya akan adanya hidup setelah kematian.
Dari
Al-Quran ditemukan bahwa kehidupan yang dijelaskannya bermacam-macam dan
bertingkat-tingkat. Ada kehidupan tumbuhan, binatang, manusia, jin, dan
malaikat, sampai ke tingkat tertinggi yaitu kehidupan Yang Mahahidup dan
Pemberi Kehidupan. Di sisi lain, berulang kali ditekankannya bahwa ada
kehidupan di dunia dan ada pula kehidupan di akhirat. Yang pertama dinamai
Al-Quran al-hayat ad-dunya (kehidupan yang rendah), sedangkan yang kedua
dinamainva al-hayawan (kehidupan yang sempurna).
“Sesungguhnya
negeri akhirat itu adalah al-hayawan (kehidupan yang sempurna” (QS Al-’Ankabut
[29]: 64)
Dijelaskan
pula bahwa,
“Kesenangan
di dunia ini hanya sebentar, sedang akhirat lebih baik bagi orang-orang
bertakwa, dan kamu sekalian (yang bertakwa dan yang tidak) tidak akan dianiaya
sedikitpun (QS Al-Nisa’ 14]: 77)
Betapa
kehidupan ukhrawi itu tidak sempurna, sedang di sanalah diperoleh keadilan
sejati yang menjadi dambaan setiap manusia, dan di sanalah diperoleh kenikmatan
hidup yang tiada taranya.
Satu-satunya
jalan untuk mendapatkan kenikmatan dan kesempurnaan itu, adalah kematian,
karena menurut Raghib Al-Isfahani:
“Kematian,
yang dikenal sebagai berpisahnya ruh dari badan, merupakan sebab yang mengantar
manusia menuju kenikmatan abadi. Kematian adalah perpindahan dari satu negeri
ke negeri yang lain, sebagaimana diriwayatkan bahwa, “Sesungguhnya kalian
diciptakan untuk hidup abadi, tetapi kalian harus berpindah dan satu negeri ke
negeri (yang lain) sehingga kalian menetap di satu tempat.” (Abdul Karim
AL-Khatib, I:217)
Kematian
walaupun kelihatannya adalah kepunahan, tetapi pada hakikatnya adalah kelahiran
yang kedua. Kematian manusia dapat diibaratkan dengan menetasnya telur-telur.
Anak ayam yang terkurung dalam telur, tidak dapat mencapai kesempurnaan
evolusinya kecuali apabila ia menetas. Demikian juga manusia, mereka tidak akan
mencapai kesempurnaannya kecuali apabila meninggalkan dunia ini (mati).
Ada
beberapa istilah yang digunakan Al-Quran untuk menunjuk kepada kematian, antara
lain al-wafat (wafat), imsak (menahan).
Sumber :