Penalaran
Penalaran
adalah proses berpikir yang bertolak dari pengamatan indera (pengamatan
empirik) yang
menghasilkan sejumlah konsep dan pengertian. Berdasarkan pengamatan
yang sejenis
juga akan terbentuk proposisi – proposisi yang sejenis, berdasarkan sejumlah
proposisi yang
diketahui atau dianggap benar, orang menyimpulkan sebuah proposisi baru yang
sebelumnya
tidak diketahui. Proses inilah yang disebut menalar.
Penalaran
menghasilkan pengetahuan yang diartikan dengan kegiatan berpikir dan
bukan perasaan.
Dengan demikian kita patut sadari bahwa tidak semua kegiatan berpikir
menyandarkan
diri pada penalaran.
Jadi penalaran
merupakan kegiatan berpikir yang mempunyai karakteristik dalam menemukan
kebenaran.
Berpikir
merupakan suatu kegiatan untuk menemukan pengetahuan yang benar. Karena
tidak semua
cara berpikir manusia itu sama oleh sebab itu kegiatan proses berpikir untuk
menghasilkan
pengetahuan yang benar itu pun juga berbeda-beda. Penalaran merupakan suatu
proses
penemuan kebenaran dimana tiap-tiap jenis penalaran mempunyai kriteria
kebenaran
masing-masing.
Dalam
penalaran, proposisi yang dijadikan dasar penyimpulan disebut dengan premis
(antesedens)
dan hasil kesimpulannya disebut dengan konklusi (consequence).
Ada dua jenis metode dalam menalar yaitu
induktif dan deduktif.
1. Penalaran Induktif
Pengertian
Penalaran Induktif
Penlaran
induktif adalah proses penalaran untuk manari kesimpulan berupa prinsip atau
sikap yang
berlaku umum berdasarkan fakta – fakta yang bersifat khusus, prosesnya disebut
Induksi.
Penalaran induktif tekait dengan empirisme. Secara impirisme, ilmu memisahkan
antara
semua
pengetahuan yang sesuai fakta dan yang tidak. Sebelum teruji secara empiris,
semua
penjelasan
yang diajukan hanyalah bersifat sentara. Penalaran induktif ini berpangkal pada
empiris untuk
menyusun suatu penjelasan umum, teori atau kaedah yang berlaku umum.
Contoh
penalaran induktif :
Harimau
berdaun telinga berkembang biak dengan melahirkan. Babi berdaun telinga
berkembang
biak dengan melahirkan. Ikan paus berdaun telinga berkembang biak dengan
melahirkan.
Kesimpulan :
semua hewan yang berdaun telinga berkembang biak dengan melahirkan.
2. Penalaran Deduktif
Pengertian
Penalaran Deduktif
Penalaran
Deduktif adalah proses penalaran untuk manarik kesimpulan berupa prinsip
atau sikap
yang berlaku khusus berdasarkan atas fakta-fakta yang bersifat umum. Proses
penalaran ini
disebut Deduksi. Kesimpulan deduktif dibentuk dengan cara deduksi. Yakni
dimulai dari
hal-hal umum, menuku kepada hal-hal yang khusus atau hal-hal yang lebih rendah
proses
pembentukan kesimpulan deduktif terebut dapat dimulai dai suatu dalil atau
hukum
menuju kepada
hal-hal yang kongkrit.
Macam – Macam Penalaran Deduktif
Macam-macam
penalaran deduktif diantaranya :
a. Silogisme
Silogisme
adalah suatu proses penarikan kesimpulan secara deduktif. Silogisme disusun
dari dua
proposi (pernyataan) dan sebuah konklusi (kesimpulan). Dengan fakta lain bahwa
silogisme
adalah rangkaian 3 buah pendapat, yang terdiri dari 2 pendapat dan 1 kesimpulan.
Contoh
Silogisme:
Semua manusia
akan mati
Amin adalah
manusia
Jadi, Amin
akan mati (konklusi / kesimpulan)
b. Entimen
Entimen adalah
penalaran deduksi secara langsung. Dan dapat dikatakan pula silogisme
premisnya
dihilangkan atau tidak diucapkan karena sudah sama-sama diketahui.
Contoh Entimen
:
Proses
fotosintesis memerlukan sinar matahari
Pada malam
hari tidak ada matahari
Pada malam
hari tidak mungkin ada proses fotosintesis
Konsep dan Simbol Penalaran
Penalaran juga
merupakan aktivitas pikiran yang abstrak, untuk mewujudkannya
diperlukan
simbol. Simbol atau lambang yang digunakan dalam penalaran berbentuk bahasa,
sehingga wujud
penalaran akan akan berupa argumen.
Kesimpulannya
adalah pernyataan atau konsep adalah abstrak dengan simbol berupa
kata,
sedangkan untuk proposisi simbol yang digunakan adalah kalimat (kalimat berita)
dan penalaran
menggunakan simbol berupa argumen. Argumenlah yang dapat menentukan
kebenaran
konklusi dari premis.
Berdasarkan
paparan di atas jelas bahwa tiga bentuk pemikiran manusia adalah aktivitas
berpikir yang
saling berkait. Tidak ada ada proposisi tanpa pengertian dan tidak akan ada
penalaran
tanpa proposisi. Bersama – sama dengan terbentuknya pengertian perluasannya
akan
terbentuk pula
proposisi dan dari proposisi akan digunakan sebagai premis bagi penalaran. Atau
dapat juga
dikatakan untuk menalar dibutuhkan proposisi sedangkan proposisi merupakan
hasil
dari rangkaian
pengertian.
Syarat-syarat Kebenaran Dalam Penalaran
Jika seseorang
melakukan penalaran, maksudnya tentu adalah untuk menemukan kebenaran.
Kebenaran
dapat dicapai jika syarat – syarat dalam menalar dapat dipenuhi.
Suatu
penalaran bertolak dari pengetahuan yang sudah dimiliki seseorang akan sesuatu
yang memang
benar atau sesuatu yang memang salah.
Dalam
penalaran, pengetahuan yang dijadikan dasar konklusi adalah premis. Jadi semua
premis harus
benar. Benar di sini harus meliputi sesuatu yang benar secara formal
maupun
material. Formal berarti penalaran memiliki bentuk yang tepat, diturunkan
dari aturan –
aturan berpikir yang tepat sedangkan material berarti isi atau bahan yang
dijadikan
sebagai premis tepat.
Bentuk Penalaran
Bentuk-bentuk
penalaran yang sering digunakan dalam wancana keseharian berupa
penalaran
asosiatif dan skema dissosiatif. Penalaran asosiatif berbentuk penalaran yang
memasukkan
beberapa unsure penalaran dan mengevaluasi atau mengorganisasikan unsur yang
lainnya.
Penalaran dissosiatif merupakan bentuk penalaran yang memisahkan atau mengurai
unsur-unsur
penalaran yang semula merupakan satu kesatuan . jenis penalaran assosiatif
tersebut
tidaklah
mutlak hanya berupa satu jenis penalaran, tetapi lebih mengarah pada
kecenderungan,
terutama pada
unsur bukti dan pembuktiannya.
Bahasa Indonesia Dalam Proses Penalaran
Penggunaan Bahasa
Indonesia dalam proses penalaran dimaksudkan dalam Penulisan
Ilmiah. Dalam
pembahasan kali ini akan di bahas proses penalaran digunakan untuk menyusun
Penulisan
Ilmiah.
Konsep Ilmiah
Menurut Kamus
Besar Bahasa Indonesia (Kamisa, 1997) menjelaskan bahwa Ilmiah adalah
sesuatu yang
didasarkan atas ilmu pengetahuan.
Kata ilmu
sendiri merupakan kata serapan dari bahasa Arab “ilm” yang berarti memahami,
mengerti, atau
mengetahui. Dalam kaitan penyerapan katanya, ilmu pengetahuan dapat berarti
memahami suatu
pengetahuan. Agar sesuatu dapat disebut sebagai Ilmu, Ada 4 Persyaratan
Ilmiah, yakni:
1. Obyektif,
Ilmu harus memiliki obyek kajian yang terdiri dari satu golongan masalah yang
sama sifat
hakikatnya, tampak dari luar maupun bentuknya dari dalam. Obyeknya dapat
bersifat ada,
atau mungkin ada karena masih harus diuji keberadaannya. Dalam mengkaji
obyek, yang
dicari adalah kebenaran, yakni persesuaian antara tahu dengan obyek, dan
karenanya
disebut kebenaran obyektif; bukan subyektif berdasarkan subyek peneliti atau
subyek
penunjang penelitian.
2. Metodis
adalah upaya-upaya yang dilakukan untuk meminimalisasi kemungkinan
terjadinya
penyimpangan dalam mencari kebenaran. Konsekuensi dari upaya ini adalah
harus terdapat
cara tertentu untuk menjamin kepastian kebenaran. Metodis berasal dari
kata Yunani
“Metodos” yang berarti: cara, jalan. Secara umum metodis berarti metode
tertentu yang
digunakan dan umumnya merujuk pada metode ilmiah.
3. Sistematis,
Dalam perjalanannya mencoba mengetahui dan menjelaskan suatu obyek,
ilmu harus
terurai dan terumuskan dalam hubungan yang teratur dan logis sehingga
membentuk
suatu sistem yang berarti secara utuh, menyeluruh, terpadu , mampu
menjelaskan
rangkaian sebab akibat menyangkut obyeknya. Pengetahuan yang tersusun
secara sistematis
dalam rangkaian sebab akibat merupakan syarat ilmu yang ketiga.
4. Universal,
Kebenaran yang hendak dicapai adalah kebenaran universal yang bersifat
umum (tidak
bersifat tertentu). Contoh: semua segitiga bersudut 180ยบ. Karenanya
universal
merupakan syarat ilmu yang keempat. Belakangan ilmu-ilmu sosial menyadari
kadar
ke-umum-an (universal) yang dikandungnya berbeda dengan ilmu-ilmu alam
mengingat
obyeknya adalah tindakan manusia. Karena itu untuk mencapai tingkat
universalitas
dalam ilmu-ilmu sosial, harus tersedia konteks dan tertentu pula.
Peranan Bahasa Indonesia dalam Konsep
Ilmiah
Dalam
Penyajian sebuah Konsep Ilmiah, Bahasa Indonesia mempunyai peranan penting
dengan
dibakukannya Ejaan sesuai EYD (Ejaan yang Disempurnakan). Dengan Ejaan sesuai
EYD ini,
Bahasa Indonesia memiliki susunan struktur bahasa yang Obyektif, Metodis,
Sistematis
dan Universal.
Peranan
tersebut, mencakup penggunaan Bahasa Indonesia dalam publikasi artikel
maupun tulisan
– tulisan ilmiah, baik berupa karya tulis, penulisan ilmiah, maupun skripsi
dimana
penerapannya harus sesuai dengan kaidah-kaidah yang berlaku.
Beberapa hal
sederhana misalnya tentang kaidah penggunaan huruf kapital: bahwa pada
setiap awal
kalimat harus diawali dengan huruf kapital, dan huruf kapital juga dipakai
sebagai
huruf pertama
nama tahun, bulan, hari, hari raya, peristiwa sejarah.
Selain kaidah
penggunaan huruf kapital tersebut, masih banyak aturan penggunaan
Bahasa
Indonesia yang lainnya. Terkadang, dalam publikasi tulisan ilmiah juga, kita
menggunakan
kata serapan dari bahasa lain, baik dari bahasa daerah maupun dari bahasa asing
seperti
Sanskerta, Arab, Portugis, Belanda, atau Inggris.
Untuk
penulisan kata-kata serapan tersebut juga ada aturan dalam penulisannya, dimana
berdasarkan
taraf integrasinya, unsur serapan dalam bahasa Indonesia dapat dibagi atas dua
golongan
besar.
Pertama, unsur
serapan yang belum sepenuhnya terserap ke dalam bahasa Indonesia,
seperti:
reshuffle, shuttle cock, I’exploitation de l’homme par I’homme. Unsur-unsur ini
dipakai
dalam konteks
bahasa Indonesia, tetapi pengucapannya masih mengikuti cara asing.
Kedua, unsur
serapan yang pengucapan dan penulisannya disesuaikan dengan kaidah
bahasa
Indonesia. Dalam hal ini diusahakan agar ejaannya hanya diubah seperlunya sehingga
bentuk
Indonesianya masih dapat dibandingkan dengan bentuk asalnya.
Sumber :
http://irpantips4u.blogspot.com/2012/03/penalaran-induktif-dan-deduktif.html
http://id.wikipedia.org/wiki/Penalaran
http://bambang263.blogspot.com/2012/10/tugas-1-artikel-penalaran-dalam-bahasa.html
http://ariztik.wordpress.com/2011/04/16/penggunaan-bahasa-indonesia-dalam-proses-penalaran/
Kelompok :
Aprilia Virdha Rianty (10110963)
Desintha Ratna Wardani (11110841)
Ria Malindasari (15110850)
Kelas : 3ka06
Tidak ada komentar:
Posting Komentar