Unsur-unsur Intrinsik Novel
Unsur-unsur sebuah karya sastra
merupakan pembangun yang menjadi tolak ukur sebuah karya sastra. Secara jelas
unsur intrinsik merupakan landasan atau dasar di dalam menganalisa seperti yang
dijelaskan beberapa ahli.
Berdasarkan
pendapat beberapa ahli maka dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud unsur
intrinsik adalah hal-hal yang membangun sebuah karya sastra dari dalam, yang
meliputi tema, penokohan, alur/plot, latar/setting, sudut pandang (pusat pengisahan)
gaya bahasa, dan amanat.
v Tema
dan amanat
Menurut
pendapat Saad (1967:185), tema adalah persoalan pokok yang menjadi pikiran
pengarang, di dalamnya terbayang pandangan hidup dan cita-cita
pengarang.Berdasarkan pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa tema adalah
pokok pembicaraan dalam sebuah cerita yang paling banyak menimbulkan konflik.
Jika permasalahan yang diajukan
dalam cerita diberi jalan keluarnya oleh pengarang, maka jalan keluar itulah
yang disebut amanat. Amanat yang terdapat dalam karya sastra tertuang secara
implisit. Secara implisit yaitu jika jalan keluar atau ajaran moral itu
disiratkan dalam tingkah laku tokoh menjelang cerita berakhir. Sudjiman
(1986:35)
Amanat secara eksplisit yaitu
jika pengarang pada tengah atau akhir cerita menyampaikan seruan, saran,
peringatan, nasihat, anjuran, larangan dan sebagainya, berkenaan dengan gagasan
yang mendasari cerita itu.
v Alur/plot Menurut
Stanton (1965:14) plot adalah cerita yang berisi urutan
kejadian, namun tiap kejadian itu hanya dihubungkan secara sebab akibat,
peristiwa yang satu disebabkan atau menyebabkan terjadinya peristiwa yang lain.
Peristiwa-peristiwa cerita dimanifestasikan lewat perbuatan, tingkah laku, dan
sikap tokoh-tokoh
(utama)cerita.
Peristiwa, Konflik, dan Klimaks
Peristiwa,
konflik, dan klimaks merupakan tiga unsur yang amat esensial dalam pengembangan
sebuah plot cerita. Menariknya sebuah cerita karena adanya ketiga unsur
tersebut.
Peristiwa
Peristiwa
dapat diartikan sebagai peralihan dari satu keadaan ke keadaan yang lain
(Luxemburg dkk,1992:150). Berdasarkan pengertian itu, kita akan dapat
membedakan kalimat-kalimat tertentu yang menampilkan peristiwa dengan yang
tidak. Misalnya antara kalimat yang mendeskripsikan tindakan tokoh dengan
kalimat yang mendeskripsikan ciri-ciri fisik tokoh. Peristiwa-peristiwa yang
ditampilkan dalam sebuah karya fiksi pastilah banyak sekali, namun tidak semua
peristiwa tersebut berfungsi sebagai pendukung plot. Itulah sebabnya, untuk
menentukan peristiwa-peristiwa fungsional dengan yang bukan diperlukan
penyeleksian, atau tepatnya analisis peristiwa.
Konflik
Konflik mengacu pada pengertian sesuatu yang bersifat tidak menyenangkan yang
terjadi dan atau dialami oleh tokoh(-tokoh) cerita, yang jika tokoh(-tokoh) itu
mempunyai kebebasan untuk memilih, ia (mereka) tidak akan memilih peristiwa itu
menimpa dirinya (Meredith & Fitzgerald, 1972:27). Konflik adalah sesuatu
yang dramatik, mengacu pada pertarungan antara dua kekuatan yang seimbang dan
menyiratkan adanya aksi dan aksi balasan. Dalam kehidupan nyata konflik
merupakan sesuatu yang tidak menyenangkan.
Namun, dalam sebuah cerita ,
tanpa adanya masalah yang memicu adanya konflik, dapat berarti ”tak akan ada
cerita, tak akan ada plot”. Peristiwa kehidupan baru menjadi cerita (plot) jika
memunculkan konflik, masalah yang sensasional, bersifat dramatik, dan karenanya
menarik untuk diceritakan.
Peristiwa dan konflik biasanya
berkaitan erat, dapat saling menyebabkan terjadinya satu dengan yang lain,
bahkan konflik pun hakikatnya merupakan peristiwa. Ada perstiwa tertentu yang
dapat menimbulkan konflik atau bahkan sebaliknya. Bentuk konflik sebagai bentuk
kejadian dapat dibedakan ke dalam dua kategori: konflik fisik dan konflik
batin.
Konflik fisik (eksternal)
adalah konflik yang terjadi antara seseorang tokoh dengan sesuatu di luar
dirinya, mungkin dengan tokoh lain atau dengan alam. Misalnya, konflik dan atau
permasalahan yang dialami seorang tokoh akibat adanya banjir besar,
gunung meletus, kemarau panjang, dan sebagainya. Konflik sosial,
sebaliknya adalah konflik yang disebabkan oleh adanya kontak sosial
antarmanusia, atau masalah-masalah yang muncul akibat hubungan antarmanusia.
Konflik sosial berupa masalah peperangan, perburuhan, atau kasus-kasus hubungan
sosial lainnya.
Konflik batin (internal) adalah konflik yang terjadi dalam hati, jiwa
seorang tokoh (atau tokoh-tokoh) cerita. Jadi ia merupakan konflik yang dialami
manusia dengan dirinya sendiri, ia merupakan permasalahan intern seorang
manusia. Misalnya, hal itu terjadi akibat pertentangan antara dua keinginan,
keyakinan pilihan yang berbeda, harapan-harapan, atau masalah-masalah
lainnya.Dapat disimpulkan bahwa beberapa konflik di atas saling berkaitan,
saling menyebabkan terjadinya satu dengan yang lain, dan dapat terjadi secara
bersamaan.
Klimaks
Konflik
dan klimaks merupakan hal yang amat penting dalam struktur plot, keduanya
merupakan unsur utama pada karya fiksi. Konflik demi konflik, baik internal
maupun eksternal, jika mencapai titik puncak menyebabkan terjadinya klimaks.
Dengan demikian, terdapat kaitan erat dan logis antara konflik dengan klimaks.
Klimaks dimungkinkan ada dan terjadi jika ada konflik. Namun, tidak semua
konflik harus mencapai klimaks ̶ hal itu mungkin sejalan
dengan keadaan bahwa tidak semua konflik harus mempunyai penyelesaian. Masalah
itu harus dilihat apakah konflik itu merupakan konflik utama ataukah konflik
(-konflik) tambahan ̶ sebuah konflik yang lebih
disebabkan, dialami, dan dilakukan oleh tokoh (-tokoh) tambahan. Sebuah konflik
akan menjadi klimaks atau tidak (diselesaikan atau tidak), dalam banyak hal
dipengaruhi oleh sikap, kemauan, dan tujuan pokok pengarang dalam membangun
konflik sesuai dengan tuntutan dan koherensi cerita.
Klimaks, menurut Stanton
(1965:16), adalah saat konflik telah mencapai tingkat intensitas tertinggi, dan
saat (hal) itu merupakan sesuatu yang tidak dapat dihindari kejadiannya.
Artinya, berdasarkan tuntutan dan kelogisan cerita, peristiwa dan saat itu
memang harus terjadi, tidak boleh tidak. Klimaks merupakan titik pertemuan
antara dua (atau lebih) hal (keadaan) yang dipertentangkan dan menentukan
bagaimana permasalahan (konflik itu) akan diselesaikan. Sebagai bahan perhatian
dan pertimbangan, klimaks (utama) sebuah cerita akan terdapat pada konflik
utama, dan hal itu akan diperani oleh tokoh (-tokoh) utama cerita.
Pembedaan Plot
Berdasarkan waktu
kejadian terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam karya fiksi,
maka plot dapat dibedakan menjadi dua kategori.Yang pertama plot lurus,
maju (progresif), sedangkan yang kedua plot sorot balik, mundur ,flash-back, atau
dapat juga disebut sebagai regresif.
Plot Lurus, Progresif. Plot
sebuah novel dikatakan progresif jika peristiwa-peristiwa yang dikisahkan
bersifat kronologis, peristiwa (-peristiwa) yang pertama diikuti oleh (atau:
menyebabkan terjadinya) peristiwa-peristiwa yang kemudian. Atau secara runtut
cerita dimulai dari tahap awal (penyituasian, pengenalan, pemunculan
konflik), tahap tengah (konflik meningkat, klimaks), dan akhir (penyelesaian).
Jika dituliskan dalam bentuk skema, secara garis besar plot progresif tersebut
akan berwujud sebagai berikut:
A ——- B ——-C ——-D——-E
Simbol A melambangkan
tahap awal cerita, B-C-D melambangkan kejadian-kejadian berikutnya, tahap
tengah, yang merupakan inti cerita, dan E merupakan tahap penyelesaian cerita.
Oleh karena kejadian-kejadian yang dikisahkan bersifat kronologis—yang secara
istilah berarti sesuai dengan urutan waktu – plot yang demikian disebut juga
sebagai plot maju, progresif.Plot Sorot-balik, Flash-back. Urutan kejadian
yang dikisahkan dalam karya fiksi tidak bersifat kronologis, cerita tidak
dimulai dari tahap awal, melainkan mungkin dari tahap tengah atau bahkan tahap
akhir, baru kemudian tahap awal cerita dikisahkan. Karya yang berplot jenis ini
langsung menyuguhkan adegan-adegan konflik, bahkan barangkali konflik yang
telah meruncing. Padahal pembaca belum lagi dibawa masuk ke situasi dan
permasalahan yang menyebabkan terjadinya konflik dan pertentangan itu.
Plot Campuran.Barangkali tidak
ada novel yang secara mutlak berplot lurus-kronologis atau sebaliknya
sorot-balik. Secara garis besar plot sebuah novel mungkin progresif, tetapi di
dalamnya betapapun kadar kejadiannya, sering terdapat adegan-adegan
sorot-balik. Demikian pula sebaliknya. Bahkan sebenarnya, boleh dikatakan tak
mungkin ada sebuah cerita pun yang mutlak flash-back. Hal itu
disebabkan jika yang demikian terjadi, pembaca akan sangat sulit, untuk
dikatakan tidak bisa, mengikuti cerita yang dikisahkan yang secara
terus-menerus dilakukan secara mundur
Sumber :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar