Klausa
1. Pengertian Klausa
Klausa
adalah satuan gramatikal yang memiliki tataran di atas frasa dan di bawah
kalimat, berupa kelompok kata yang sekurang-kurangnyaterdiri atas subjek dan predikat,
dan berpotensi untuk menjadi kalimat (Kiridalaksana, 1993:110). Dikatakan
mempunyai potensi untuk menjadi kalimat karena meskipun bukan kalimat, dalam
banyak hal klausa tidak berbeda dengan kalimat, kecuali dalam hal belum adanya
intonasi akhir atau tanda baca yang menjadi ciri kalimat.
Dalam
konstruksinya yang terdiri atas S dan P klausa dapat disertai dengan O, Pel,
dan Ket, ataupun tidak. Dalam hal ini, unsur inti klausa adalah S dan P.
tetapi, dalam praktiknya unsur S sering dihilangkan. Misalnya dalam kalimat
majemuk (atau lebih tepatnya kalimat plural) dan dalam kalimat yang merupakan
jawaban. (Ramlan 1987:89). Misalnya :
(1)
Bersama dengan istrinya, Bapak Soleh datang membawa oleh-oleh.
Kalimat (1)
terdiri atas tiga klausa, yaitu klausa (a) bersama dengan istrinya, klausa
(b) Bapak Soleh datang, dan klausa (c) membawa oleh-oleh. Klausa
(a) terdiri atas unsur P, diikuti Pel, klausa (b) terdiri atas S dan P, dan
klausa (c) terdiri atas P diikuti O. Akibat penggabungan ketiga klausa
tersebut, S pada klausa (a) dan (c) dilesapkan.
2. Ciri-ciri Klausa
Adapun
ciri-ciri klausa adalah sebagai berikut: (1) dalam klausa terdapat satu
predikat, tidak lebih dan tidak kurang; (2) klausa dapat menjadi kalimat jika
kepadanya dikenai intonasi final; (3) dalam kalimat plural, klausa merupakan
bagian dari kalimat; (4) klausa dapat diperluas dengan menambahkan atribut
fungsi-fungsi yang belum terdapat dalam klausa tersebut; selain dengan
penambahan konstituen atribut pada salah satu atau setiap fungsi sintaktis yang
ada.
3. Jenis-jenis Klausa
Klausa dapat
diklasifikasikan berdasarkan empat hal, yaitu (1) kelengkapan unsur
internalnya: klausa lengkap dan klausa tak lengkap, (2) ada–tidaknya kata yang
menegatifkan P: klausa negative dan klausa positif, (3) kategori primer
predikatnya: klausa verbal dan klausa nonverbal, (4) dan kemungkinan
kemandiriannya untuk menjadi sebuah kalimat: klausa mandiri, klausa tergabung.
a. Klausa Lengkap dan
Klausa Tak Lengkap
Berdasarkan
kelengkapan unsur internalnya, klausa dibedakan menjadi dua yaitu, klausa
lengkap dan klausa tak lengkap. Klausa lengkap ialah klausa yang memiliki unsur
internal lengkap, yaitu S dan P. Klausa lengkap ini berdasarkan struktur
internalnya, dibedakan lagi menjadi dua yaitu klausa susun biasa dan klausa
lengkap susun balik.
Klausa
lengkap susun biasa ialah klausa lengkap yang S-nya terletak di depan P. adapun
klausa lengkap susun balik atau klausa lengkap inversi ialah klausa
lengkap yang S-nya berada di belakang P, misalnya :
(2)
Tulisan Hendi sangat berbobot.
Klausa (2)
disebut klausa lengkap susun biasa karena S-nya yaitu tulisan Hendi berada
di depan P, sangat berbobot.
Klausa tak
lenngkap atau dalam istilah Verhaar (1999:279) klausa buntung merupakan
klausa yang unsure internalnya tidak lengkap karena di dalamnya tidak terdapat
unsur S dan hanya terdapat unsur P, baik disertai maupun tidak disertai unsur
P, Pel, dan Ket. Misalnya :
(3)
terpaksa berhenti bekerja di perusahaan itu
Klausa (3)
bisa berubah menjadi klausa lengkap jika di sebelah kirinya ditambah S,
misalnya ditambah frasa istri saya sehingga menjadi (3) Istri saya
terpaksa berhenti bekerja di perusahaan itu.
b. Klausa Negatif dan
Klausa Positif
Berdasarkan
ada tidaknya kata negatif pada P, klausa dapat dibagi menjadi dua golongan,
yaitu klausa negatif dan klausa positif. Klausa negatif ialah klausa yang di
dalamnya terdapat kata negative, yang menegasikan P.menurut Ramlan (1987: 137),
yang termasuk kata negatif, yang menegasikan P ialah tidak, tak, tiada,
bukan, dan belum. Berikut ini adalah contoh klausa negative :
(4)
Deni tidak mengurus kenaikan pangkatnya.
Klausa (4)
merupakan klausa negatif karena terdapat kata tidak yang menegasikan
mengurus.
c. KLausa Verbal
dan Klausa Nonverbal
Berdasarkan
kategori primer kata atau frasa yang menduduki fungsi P pada konstruksinya,
klausa dibedakan atas klausa verbal dan klausa nonverbal. Klausa verbal ialah
klausa yang P-nya terdiri atas kata atau frasa golongan V. dilihat dari
golongan verbanya klausa verbal dibagi lagi menjadi klausa verbal intransitif
dan klausa verbal transitif. Klausa verbal transitif ialah klausa yang
mengandung verba transitif, dan klausa verbal intransitif ialah klausa yang
mengandung verba intransitif.
Contoh
klausa verbal intransitif ialah sebagai berikut :
(5)
Taufik Hidayat tampil tidak maksimal di Jepang.
(6)
Pengidap AIDS bertambah.
Klausa
verbal transitif, dilihat dari wujud ketransitifan P-nya dapat dibedakan
menjadi (1) klausa aktif, (2) klausa pasif, (3) klausa reflektif, dan (4)
klausa resiprokal (Ramlan, 1987: 145-149). Klausa aktif ialah klausa yang P-nya
berupa verba transitif aktif. Klausa pasif ialah klausa yang P-nya berupa verba
transitif pasif. Klausa reflektif ialah klausa yang P-nya berupa verba
transitif reflektif, yaitu verba yang menyatakan “perbuatan’ yang mengenai
‘pelaku’ perbuatan itu sendiri. Pada umumnya verba itu berprefiks meng-
yang diikuti kata diri. Adapun klausa resiprokal adalah klausa yang
P-nya berupa verba transitif resiprokal, yaitu verba yang menyatakan
kesalingan.
Klausa
nonverbal ialah klausa yang berpredikat selain verba. Klausa nonverbal masih
bisa dibedakan lagi menjadi (1) klausa nominal, (2) klausa adjektival, (3)
klausa preposisional, (4) klausa numeral, dan (5) klausa adverbial. Contoh:
(7)
Yang kita bela kebenaran
(8)
Budi pekertinya mulia
(9)
Aku bagai nelayan yang kehilangan arah
(10)
Yang dikorupsi 300 juta rupiah
(11)
Kedatangannya kemarin sore
d. Klausa Mandiri dan
Klausa Tergabung
Klausa
mandiri merupakan klausa yang kehadirannya dapat berdiri sendiri. Klausa
mandiri berpotensi untuk menjadi kalimat tunggal. Misalnya :
(12)
Merokok dapat menyebabkan kanker
Klausa
tergabung
a) Klausa Mandiri
Klausa
mandiri atau klausa bebas merupakan klausa yan kehadirannya dapat berdiri
sendiri. Klausa mandiri berpotensi untuk menjadi kalimat tunggal. Misalnya:
-
Merokok dapat menyebabkan kanker
-
Nirina sedang belajar
b) Klausa Tergabung
Klausa
tergabung atau klausa terikat adalah klausa yang kehadirannya untuk menjadi
sebuah kalimat plural tergabung dengan klausa lainnya. Dalam kalimat plural,
klausa tergabung dapat berupa klausa koordinatif, atau klausa subordinatif.
Contoh:
(1) Merokok
dapat menyebabkan kanker, serangan jantung, impotensi, dan gangguan kehamilan
dan janin.
(2a) Nirina
sedang belajar ketika terjadi gempa itu.
(2b) Karena
baru pulang sesudah tugasnya selesai, Sri tidak dapat menghadiri rapat.
Jika
dicermati, konstruksi (1) berbeda dengan konstruksi (2). Dalam konatruksi (1)
terdapat klausa-klausa tergabung secara koordinatif, sedangkan dalam konstruksi
(2) terdapat klausa-klausa tergabung secara subordinatif.
Klausa
Koordinatif
Klausa
koordinatif dapat dijumpai dalam kalimat plural atau majemuk setara. Dalam
kalimat plural atau majemuk setara, semua klausanya berupa klausa koordinatif.
Klausa tersebut dinamakan klausa koordinatif karena secara gramatik dihubungka
secara koordinatif oleh penghubung-penghubung koordinatif dan, atau, tetapi,
lagi pula, lalu, namun, sebaliknya, malahan, dan lain-lain.
Klausa
koordinatif terdiri atas (1) koordinasi netral, (2) koordinasi kontrastif, (3)
koordinasi alternatif, (4) koordinasi konsekutif, yang berturut-turut dapat
dilihat dalam contoh-contoh kalimat berikut.
(1) Saya
menulis artikel itu, menyunting, dan mengirimkannya ke media massa
(2) Mencari
ilmu itu sulit, tetapi mengamalkannyajauh lebih sulit
(3) Saudara
mau bekerja atau melanjutkan studi ke jenjang S-2?
(3) Harga
sepeda motor itu relative mahal, jadi perlu diangsur.
Klausa
Subordinatif
Klausa
subordinatif dapat dijumpai dalam kalimat plural bertingkat. Jadi, dalam
kalimat plural bertingkat selain terdapat klausa atasan yang biasa dikenal
dengan klausa induk, Klausa inti, atau klausa matriks terdapat
pula klausa bawahan atau klausa sematan atau klausa subordinatif. Klausa
bawahan dapat dibedakan lagi menjadi klausa berbatasan dan klausa terkandung.
Klausa
berbatasan, merupakan
klausa bawahan yang tidak wajib hadir dalam kalimat plural. Klausa berbatasan
dapat dibedakan menjadi enam tipe yaitu klausa-klausa berbatasan:
(1) final,
contoh
Irfan rajin
mengaji agar tidak menyesal dalam kehidupan setelah mati.
(2) kausal,
contoh
Rombogan
Suciwati merasa kecewa karena tidak diperkenankan menjenguk Presiden
Soeharto
(3)
kondisional, contoh
Jika
diundang, ia mau datang.
(4)
konsekutif, contoh
Pendapatannya
kecil, sehingga sampai sekarang belum mampu membeli mobil.
(5)
konsesif, contoh
Orang itu
tetap rendah hati meskipun telah menyandang banyak prestasi.
(6)
temporal, contoh
Rui Costa, playmaker
asal Portugal datang ke La Viola setelah tiga musim memperkuat Benfica.
Dalam
contoh-contoh tersebut, klausa yang dimulai dengan konjungsi subordinatif
seperti agar, karena, jika, sehingga, meskipun, dan setelah-lah
yang berturut-turut dinamakan sebagai klausa berbatasan.
Klausa
terkandung, merupakan
klausa bawahan yang kehadirannya bersifat wajib. Berdasarkan fungsinya dalam
kalimat plural bertingkat, klausa terkandung dapat dikelompokkan menjadi klausa
pewatas atau klausa modifikasi dan klausa pemerlengkap.
§ Klausa
pewatas
Klausa
pewatas atau klausa pewatasan ialah klausa subordinatif yang kehadirannya
berfungsi mewatasi atau mempertegas makna kata atau frasa yang diikutinya.
Contohnya ialah beberapa klausa dari sejumlah klausa dalam kalimat plural
berikut:
-
Sifat-sifat yang baik itu tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang
sabar dan tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang mempunyai
keberuntungan yang besar.
-
Rombongan Suciwati tidak diperkenankan menjenguk mantan presiden Soeharto yang
sedang berbaring di Rumah Sakit Pusat Pertamina Kebayoran Baru, Jakarta
Selatan.
§ Klausa
Pemerlengkap
Klausa
pemerlengkap atau klausa pemerlengkapan merupakan klausa yang berfungsi
melengkapi (atau menerangkan spesifikasi hubungan yang terkandung dalam) verba
matriks. Klausa pemerlengkap dibedakan lagi menjadi: (1) klausa pemerlengkap
preposisional, (2) klausa pemerlengkap eventif, (3) klausa pemerlengkap
perbuatan.
Klausa
pemerlengkap dikatakan bersifat preposisional karena klausa tersebut biasanya
berpenanda kata bahwa yang menyatakan suatu proposisi. Contoh:
-
Dokter berkata, “ASI sangat baik untuk anak.”
Dokter
berkata bahwa ASI sangat baik untuk anak.
-
Berita bahwa mahasiswa Unnes juara I dalam LKTIM bidang sosial, tingkat
wilayah B, pada tanggal 22-23 Mei 2006 menjadi sorotan media kampus.
Klausa
eventif meliputi klausa yang menyatakan peristiwa dan klausa yang menyatakan
proses. Misalnya ialah klausa yang dimulai dengan kata peristiwa dan proses
pada kalimat-kalimat berikut.
-
Peristiwa Joko mengundurkan diri (Peristiwa pengunduran diri Joko) dari
pekerjannya sudah terduga sebelumnya.
-
Proses orang menyusun sebuah artikel (Proses penyusunan sebuah artikel)
hanya diketahui oleh para penulis.
Adapun
klausa perbuatan dapat dibedakan lagi menjadi klausa perbuatan yang dilakukan,
klausa perbuatan yang tidak dilakukan, dan klausa perbuatan yang mungkin
dilakukan.
Klausa perbuatan
yang dilakukan dapat ditandai oleh verba melihat, menyaksikan, mengetahui,
berhasil, berhenti, dan mulai. Misalnya:
-
Saya melihat (perbuatan) Zahra mendorong Ela
Zahra
mendorong Ela
-
Prof. Dr. Fathur Rokhman mulai meneliti masalah itu pada tahun yang lalu
Prof. Dr.
Fathur Rokhman meneliti masalah itu
Klausa
perbuatan yang tidak dilakukan dapat ditandai oleh verba mencegah, menolak,
gagal, dan lupa. Misalnya:
-
Ayah mencegah kami membawa uang saku ke sekolah
Kami tidak
membawa uang saku ke sekolah
-
Imron gagal mengikuti lomba
Imron tidak
mengikuti lomba
Adapun
klausa perbuatan yang mungkin dilakukan dapat ditandai oleh verba bermaksud,
berniat, bertekad, merencanakan, menganjurkan, dan menyarankan. Misalnya:
-
Farah bermaksud memohon izin untuk tidak datang ke kampus
Farah
memohon izin; Farah tidak memohon izin
-
Samdum mengajak Dian pergi ke Mal Ciputra
Dian pergi
ke Mal Ciputra; Dian tidak pergi ke Mal Ciputra
SUMBER:
Baehaqie,
Imam. 2008. Sintaksis Teori dan Analisis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Verhaar.
2006. Asas-asas Linguistik Umum. Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar