I
HATE RAIN BUT I LOVE IT
“AKU BENCI HUJAN MAMA!!
BENCIII!!!!” teriak Nita di dalam kamarnya.
“Tapi kamu harus kuliah
sayang, ini udah mau jam 07.00,” kata mamanya.
Sekiranya begitulah setiap kali hujan datang mengguyur
rumahnya, Nita pasti akan mengurung dirinya di kamar. Menurutnya hujan itu
sebuah malapetaka dan ia sangat membenci hujan.
Sekitar pukul 10.00 hujan baru benar-benar berhenti dan
seperti biasanya di saat hujan datang, Nita tidak akan pergi ke kampus. Untuk
sarapan pun enggan, boneka-boneka di kamarnya seakan setia menemaninya di kala
hujan datang.
“Ma, Nita laper,”
ucapnya sambil memegangi perutnya menuruni anak tangga di rumahnya.
“Bentar ya sayang, mama
siapin makanan untuk kamu,” jawab mama.
Setelah makan, Nita balik lagi ke kamarnya untuk sekedar
bermain permainan yang ada di laptopnya.
“Nita sayang, mandi
dulu kamu sudah siang,” kata mama mengingatkan.
“Iya mah sebentar
lagi,” jawabnya.
Sejak dua tahun yang lalu ia sangat membenci hujan.
Kehadiran hujan seakan membuatnya untuk mengingat kejadian 2 tahun silam saat
Renno teman dekat Nita meninggal saat kecelakaan mobil bersamanya. Malam itu
saat Nita dan Renno ingin menjemput Mamanya di Bandara, mobil yang dikendarai
Renno oleng dan menabrak sebuah tiang yang ada di sana. Saat itu hujan turun
dengan derasnya dan mereka pun mengalami kecelakaan itu. Renno meninggal di
lokasi kejadian sedangkan Nita sendiri mengalami luka yang cukup parah di
kepalanya dan hampir satu minggu ia mengalami koma di rumahsakit.
“Mah, Pah Sabtu besok
Nita lomba paduan suara antar Universitas tingkat Nasional,” ungkapnya dengan
mata berbinar-binar.
“Wah, bagus dong
sayang. Mama dan Papa pasti dateng nonton kamu. Kamu sudah latihan belum biar
tampil bagus?” tanya mama.
“Udah dong mah, setiap
hari Nita latihan padus sama temen-temen yang lain. Doain Nita ya mah,” ucapnya
lagi sambil tersenyum.
“Pasti sayang, doa mama
menyertai kamu,” kata mama sambil mencium kening Nita.
“Ayo kalian sudah siap
belum? teriak Ibu Rina pelatih paduan suara di Kampus Nita.
“Iya bu iya sebentar
lagi bu kita lagi siap-siap,” beberapa orang menyautinya.
“Sebelum kita tampil
kita berdoa dulu ya,” ucap Bu Rina.
Semuanya berkumpul membentuk lingkaran besar dan semuanya
menundukkan kepala mereka. Berdoa pun di mulai dengan di pimpin Ibu Rina
sendiri.
“Ayo semuanya baris
dengan rapi, masuk ke panggung dengan barisan yang kemarin sudah Ibu ajarkan
ya,” katanya.
Satu per satu anak-anak paduan suara itu pun masuk sesuai
barisannya. Mereka semuanya berhasil membawakan dua buah lagu yang sudah mereka
pelajari sebelumnya. Dan mereka pun bergegas meninggalkan panggung dengan
gembira.
“Horeeeeee, akhirnya
kita berhasil menyanyikan dua lagu itu. Masalah menang atau kalah itu urusan
nanti, yeeeeey.” ucap Tania.
“Akhirnya kita bisa ya,
Nit.” sambungnya lagi.
“Iya Tan akhirnya. Gue
gak malu-maluin nyokap gue lah ya yang udah dateng ke sini nonton gue hehehe,”
ujarnya.
Namun, kegembiraan mereka harus terhenti ketika melihat
Nita yang tiba-tiba histeris berteriak dan meninggalkan ruang tunggu yang ada
di sana.
“Nitt........ Nitaaaaa.....”
teriak beberapa orang teman Nita sambil mengejarnya.
Namun Nita begitu cepat meninggalkan tempat itu dan
teman-temannya pun kehilangan jejaknya. Nita pergi meninggalkan tempat itu
karena tiba-tiba hujan turun dengan lebatnya disertai suara petir yang
menggelegar. Ia berlari jauh meninggalkan gedung pertunjukan tersebut dan
terhenti di sebuah halte yang tidak jauh dari gedung tersebut. Ia bingung harus
pergi ke mana karena memang dia asing dengan tempat itu. Nita hanya tertunduk
lemas sambil melihat kendaraan lewat di depannya. Tak hentinya ia menangis
sambil menutup ke dua telinganya.
“Renno... Renno tolong
Aku Renno..... hikkkksssss” lirihnya.
Masih dalam keadaan menangis tiba-tiba ada seseorang yang
menghampiri dia dengan sebuah payung hitam.
“Hey nona manis, sedang
apa kamu di sini sendirian?” tanya seorang laki-laki yang tiba-tiba datang
menghampirinya.
“Kamu siapa?” jawab
Nita ketakutan.
“Kamu jangan takut, aku
kebetulan lewat di sini tadi. Rumah saya tidak jauh dari sini dan saya melihat
ada seorang perempuan duduk sendiri di halte ini. Memang kamu sedang apa ada di
sini hujan-hujan begini?” tanyanya lagi.
“Gue Nita,” jawabnya
singkat.
“Nama yang bagus. Aku
Satria. Oiya terus kamu kenapa ada di sini? Badan kamu juga basah kuyup begini,
memang abis dari mana?” tanyanya lagi.
Nita menatap tajam lelaki yang baru ia kenal barusan.
Tatapan Nita di balas dengan senyuman manis dari Satria. Deg... Hati Nita pun
terasa seperti melihat sosok Renno. Ah, tidak mungkin, Nita meyakini hatinya
lagi. Namun, semakin lama ia menatap lelaki itu semakin bergetar juga hati Nita.
Ada apa ini? Tanyanya heran dalam hati. Apa mungkin dia Renno yang menyamar
sebagai manusia? Ah, itu hanya ada di sinetron dan dongeng-dongeng saja. Ini mustahil.
Lamunan Nita ternyata membuat Satria heran.
“Hey, Nit? Kamu
baik-baik aja kan?” tanya Satria, namun kini wajahnya sedikit lebih dekat dari
wajah Nita dan membuat Nita kaget.
“Haah, gak apa-apa
kok.” jawab Nita tenang.
“Yaudah yuk saya antar
kamu pulang, rumah kamu di mana?” tanyanya lagi.
“Pulang? Naik apa?”
kata Nita bingung. “Jalan kaki gitu?” tanyanya heran.
“Hahahaha Nit Nit...
Masih banyak taksi kok jam segini, kok kamu bingung gitu,” ucap Satria sambil
tertawa.
“Manis sekali dia waktu
tertawa,” ucap Nita dalam hati.
“Oh, iya ya hehehe
sampe lupa gue. Yaudah yuk mana taksinya.” tanyanya lagi.
“Tuh udah ada di depan
mata kamu,” jawab Satria sambil tersenyum.
Satria membuat Nita merasa heran. Sejak kapan ada taksi
berhenti di depan mereka dan mengapa pula Satria tiba-tiba hadir di saat Nita
ketakutan dalam hujan dan saat itu pula Satria mampu membuat Nita lupa tentang
hujan yang mengguyur halte tempat mereka bertemu itu. Ah, ini ajaib. Nita masih
bertanya-tanya keheranan di dalam hatinya. Apa mungkin Renno yang melakukan ini
semua. Pertanyaan-pertanyaan itu semua muncul di dalam benak Nita hingga
akhirnya Nita terbangun dari tidurnya.
“Nit, kamu sudah
bangun? Mama khawatir kemarin nyariin kamu ternyata kamu sudah sampai di
rumah,” kata mama Nit dengan muka khawatir.
“Nita baik-baik aja kok
mah. Kemarin Nita dianter pulang sama seorang lelaki hmmm namanya Satria mah,”
jawabnya sambil tersenyum.
“Satria? Siapa itu
Satria?” ujar mamanya heran.
“Aku juga gak tau mah,
Satria tiba-tiba datang pas aku ketakutan di halte depan gedung kemarin. Terus
dia ngajak aku pulang naik taksi,” tambahnya.
“Yasudah, kalo gitu
sekarang kamu makan dulu ya. Mama siapin dulu buburnya,” ucapnya sambil
meninggalkan Nita di kamar.
Pertanyaan-pertanyaan itu muncul lagi dalam benak Nita. Siapa
itu Satria? Dari mana asalnya? Kenapa dia tiba-tiba hadir di saat Nita
ketakutan akan hujan. Hingga sampai akhirnya Nita bertemu lagi dengan Satria di
depan komplek rumahnya yang setelah tiga hari ia istirahat total di rumah dan
tidak masuk kuliah.
“Mang mang mang
berhenti mang,” ucap Nita menyuruh supirnya berhenti di depan komplek rumahnya.
“Ada apa neng Nita? Kok
minta berhenti di sini?” tanya mang Udin keheranan.
“Ada temen aku di situ.
Aku turun di sini aja ya mang, mang Udin duluan aja. Bilang mama aku nemuin temen
aku dulu di sini,” ucap Nita sambil bergegas membuka pintu mobilnya dan
membiarkan mang Udin kebingungan.
Agak sedikit berjalan cepat, Nita memegang pundak lelaki
yang sedari tadi duduk di dekat taman dekat komplek rumahnya.
“Satria?” tanya Nita
pelan.
“Hey nona manis Nita,”
jawab Satria sambil memutar badannya ke arah Nita dengan senyuman khasnya.
“Hey Sat, akhirnya kita
ketemu lagi. Lo kok bisa ada di sini?” tanya Nita heran.
“Pengen ketemu kamu
aja, Nit. Gak apa-apa kan?” ujarnya lagi sambil tersenyum.
“Ya gapapa lah, Sat.
Kebetulan banget ketemu kamu di sini, aku kan belum ngucapin makasih sama kamu
udah nganterin aku sampe rumah waktu itu,” ucap Nita lagi dan kali ini tutur
bahasanya ke Satria lebih halus.
“Jangan bilang makasih
ke aku dong, makasihnya ke supir taksi, kan dia yang nganterin kamu sampe rumah
hehehe,” jawabnya bercanda.
“Ah, kamu bisa aja.
Tapi emang iya sih hahaha,” ucap Nita sambil tertawa.
Sore itu pun mereka lewati dengan mengobrol santai di
taman depan komplek rumah Nita. Mereka bercerita satu sama lain agar mengenal
dekat sosok masing-masing. Semua pertanyaan yang dilontarkan Nita semuanya di
jawab baik dengan Satria, begitu juga sebaliknya. Bahkan hari itu Nita menceritakan
semua alasannya perihal ketakutannya saat hujan datang. Dan hari itu terasa
begitu sempurna karena Nita seakan-akan menemukan teman baru yang begitu
mengerti keadannya dan yang terlebih penting sore itu tidak turun hujan.
Sudah satu minggu lebih Nita tidak melihat Satria di
taman itu. Sudah tiga hari pula Nita menunggu kedatangan Satria setiap pulang
kuliah di sana. Nita merasa ada sesuatu yang
hilang saat tidak bertemu Satria. Kemana dia? Tanyanya heran. Tiga hari
itu juga Nita lewati di dalam mobil bersama mang Udin dalam keadaan hujan. Ya,
hujan. Mengapa Nita tidak takut dengan hujan? Bahkan ia berani menunggu di
dalam mobil ditengah hujan lebat. Mang Udin pun bertanya-tanya dalam hati. Nita
terus memandangi kaca mobilnya dan sesekali ia mengelap embun yang menempel di
kaca saat hujan turun. Sat, kamu kemana sih, lirihnya dalam hati. Satria memang
pernah bilang ke Nita bahwa dirinya akan datang membawa payung hitam di saat
hujan turun dan kata-kata itu ingin Nita buktikan dari tiga hari belakangan.
Namun, mengapa Satri tidak muncul juga? Akhirnya di hari ketiga itu Nita menyerah
untuk membuktikan semua perkataan Satria. Ia pun meninggalkan taman itu.
“Mang, pulang aja yuk,”
ucap Nita lirih.
“Baik neng,” jawab mang
Udin.
Mobil hitam itu pun melaju menuju rumah Nita. Sesampainya
di rumah, Nita bergegas masuk ke kamar dengan raut muka sedih. Ah, dasar lelaki
pembohong, ujarnya kesal. Nita pun membuka laptopnya untuk bermain games. Tak
lama Nita mendapatkan sebuah sms masuk ke ponselnya dengan nomor yang tidak
dikenalnya.
Hay nona manis, maaf ya aku udah
membuat kamu menunggu berhari-hari di taman depan komplek rumahmu. Maaf, bukan
maksud untuk membohongi kamu, tapi aku sedang ada keperluan di luar sana. Aku
harap dengan kamu mengenal aku, kamu sudah tidak lagi takut jika hujan turun.
Jangan pernah menyalahi hujan tentang kematian Renno, karena sesungguhnya hujan
itu hanya sebuah air yang dijatuhkan ke bumi. Mulai sekarang kamu harus
menyukai hujan ya, Nit karena aku sangat menyukainya dan aku sudah menganggap
bahwa aku adalah bagian dari tetesan air yang diturunkan di muka bumi ini.
Sampai bertemu lagi, Nit. Walaupun raga kita jauh, tapi aku akan selalu hadir
di kala hujan datang, mungkin dalam mimpi kamu hehhe. Maaf ya aku belum bisa
menemui kamu dalam waktu dekat ini. Salam hangat, Satria.
Tiba-tiba Nita menjatuhkan air matanya, Nita pun bingung
tau darimana Satria nomor handphonenya. Dan semenjak itu, sms dari Satria di
simpan baik di ponsel Nita dan Nita pun mulai menyukai hujan seperti apa yang
Satria lakukan. Yaaa, I Hate Rain but I Love It.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar